SMART Market

Inspiring for Smart Investing

Gobal Market Review dan Outlook 2009: Lower Outlook, Best Investment Opportunity

PERDANA WAHYU SANTOSA

feature_recession2Krisis finansial di AS yang dipicu oleh kegagalan subprime mortgage terus meluas dan belum menunjukkan indikator pemulihan yang berarti. Krisis ekonomi menjalar ke sektor vital seperti industri otomotif AS yang dimotori oleh tiga raksasa otomotif: General Motor Company, Ford Motor Company dan Chrysler Corp yang menyatakan diri memerlukan dana bailout dari pemerintah AS. Bursa Wall Street jatuh karena kasus potensi bangkrut perusahaan ini memicu kekhawatiran ekonomi AS yang semakin melemah. Goldman Sachs dan Merrill Lynch juga melaporkan kerugian besar pada 3Q08 setelah kebangkrutannya beberapa bulan lalu.

Melemahnya ekonomi AS juga telah menular ke Eropa dan Asia, terutama Jepang. Pertumbuhan GDP negara-negara G7 juga semakin menurun. Untuk 3Q08; Kanada hanya tumbuh +0,29%, Jerman turun -0,52%, Perancis naik +0,14, UK -0,49%, Italia mengalami penurunan terburuk -0,52%, Jepang jatuh -0,46%, sementara AS sendiri juga turun -0,13%. Buruknya pertumbuhan GDP ini akan terus berlanjut sampai akhir semster 1, 2009 dan World Bank memperkirakan pertumbuhan ekonomi global hanya sekitar 0,9% saja.

Wall Street sendiri mengalami fluktuasi terus menerus dan masih sulit keluar dari situasi bearish. Indeks Dow Jones masih berkutat pada trading range 7.900-8.850 sepanjang 4Q08. Dow Jones masih mengalami kesulitan keluar dari wilayah bawah karena terus menerus harus merespon berita negatif yang masuk ke pasar. Buruknya indikator ekonomi maupun dampak pasca kerugian perusahaan dunia membuat indeks Dow Jones terus berada di bottom level-nya. Pelaku pasar tampaknya masih terus menganalisis berbagai data ekonomi 4Q08 dan terus mencermati pasar yang belum menunjukkan pemulihan berarti.

Memburuknya krisis ekonomi di AS memberikan dampak yang semakin serius di Asia, terutama ekonomi Jepang dan sebagian besar perekonomian di regional Asia. Profil risiko di negara Asia juga semakin meningkat dan kondisi likuiditas semakin ketat akibat berkurangnya kepercayaan di berbagai pasar di Asia. Indeks Nikkei di TSE mengalami penurunan yang tajam, bahkan terburuk dalam 5 tahun terakhir dimana pada pertengahan Desember, berada pada posisi 8.235 setelah sebelumnya sempat berada di bawah level 8.000 disertai turunnya nilai transaksi di bursa. Indeks Hang Seng juga mengalami penurunan terburuk sepanjang 2008 yaitu sekitar 62,92%, bahkan diprediksi dapat terus turun tergantung harga komoditas terutama crude oil.

Asian Development Bank (ADB) merilis prediksinya mengenai inflasi di negara-negara Asia untuk 2008 dan 2009, masing-masing dari sebelumnya 5,1% dan 4,6% menjadi 7,8% dan 6%. Outlook ekonomi negara-negara Asia untuk 2008 dan 2009 juga dipangkas ADB menjadi 7,7% dan 7,2%. GDP Indonesia sendiri diprediksi tumbuh pada kisaran 4,5% saja untuk periode 2009. Namap un Asia masih dapat berharap kepada kekuatan ekonomi China dan India yang terlihat tangguh dalam terpaan krisis global ini dengan estimasi pertumbuhan GDP sekitar 6-7% pada 2009 ini.

Penurunan harga minyak mentah (crude oil) dunia semakin dalam. Pada medio Desember 2009, harga minyak bahkan sudah menembus level psikologisnya USD40/barrel dan mencatatkan rekor terendah baru USD37,19/barrel. Beberapa skenario terburuk menyatakan bahwa trend harga minyak mungkin akan turun sampai USD25/barrel. Apabila skenario ini terjadi, maka bursa saham global akan mengalami penurunan berikutnya; indeks Dow Jones dapat berada pada level 7.000, dan bursa global akan mengikuti Wall Street. Para investor perlu dengan cermat mengamati pergerakan harga minyak ini.

Per 18 Desember 2008, OPEC memutuskan untuk memotong produksi 2,2 juta barrel per hari (bph), dan tindakan ini akan terus disesuaikan dengan pergerakan harga minyak dunia. Idealnya harga crude oil berkisar antara USD60-70/barrel sehingga diharapkan memicu pemulihan ekonomi yang cepat dan seimbang untuk menggairahkan pasar global.

Indonesia Market Outlook 1Q09-2Q09

Memasuki 2009, terdapat beberapa faktor yang perlu diwaspadai selain faktor-faktor fundamental perekonomian global di atas. Pertama, kondisi perekonomian AS, Eropa dan Jepang yang masih belum menentu. Kedua, belum stabilnya harga crude oil yang semakin volatile yang diikutii harga komoditas lainnya di bottom level nya. Menurut analisis supply-demand yang dilakukan CAPITAL PRICE tehadap komoditas minyak mentah ini kisaran harga minyak akan berada pada USD 40–USD 55/barrel pada kuartal I 2009 dan USD 60-70 pada kuartal II 2009.

Ketiga, potensi PHK masal yang mencapai 2-3 juta orang pada kuartal 1 dan 2, 2009 dan membutuhkan stimulus ekonomi bagi sektor riil. Keempat, kekhawatiran krisis sosial-politik pada Pemilu 2009 menjelang akhir 1Q09 dan 2Q09 akan menguat jika ada pihak-pihak mempolitisasi krisis ekonomi menjadi krisis sosial-politik. Kelima, menurunnya kinerja laporan kuartalan 1Q09 dan 2Q09 para emiten BEI terutama sektor perkebunan, pertambangan, properti, otomotif, perbankan dan lainnya. Nilai EPS saham-saham akan menjadi sangat rendah dan PER BEI akan berada di bawah 10x.

Permasalahan likuiditas makro yang ketat juga akan membuat ekonomi cenderung lesu, dan BEI akan kekurangan likuiditas sampai indikator makroekonomi menunjukan sinyal positif yang mampu memancing kepercayaan asing untuk masuk. Memang terdapat beberapa lonjakan IHSG akhir-akhir ini, namun belum disertai kenaikan volume yang memadai. Masalah likuiditas ini akan terus merongrong BEI sepanjang 1Q09 dan 2Q09 sehingga kenaikkan IHSG banyak menemui kendala.

Kabar baiknya adalah; dengan turunnya harga BBM, inflasi akibat dorongan biaya akan mereda. Dengan demikian, suku bunga di tahun 2009 berpotensi menurun menuju 8%. Sektor perbankan akan sedikit menggeliat mulai 2Q09 karena penurunan suku bunga patokan. Kendati begitu, turunnya BI rate bukan jaminan turunnya bunga kredit ke level terendah seperti terjadi pada awal tahun 2008. Pertumbuhan kredit perbankan sebagai akibat stimulus perekonomian di tahun 2009 menurut kami hanya mampu mencapai angka 10-15% sepanjang 2009 nanti. Pasalnya, krisis keuangan akan meningkatkan potensi kredit macet, penurunan daya beli, dan pemangkasan kapasitas produksi para debitornya.

Debt market termasuk SUN akan sedikit menggeliat dengan naiknya harga obligasi akibat turunnya BI rate. Yield-to-maturity SUN jangka menengah dan panjang berpotensi turun ke level 9%-11% di tahun 2009. Penurunan BI rate akan terus berlanggsung sepanjang angka inflasi terus turun atau bahkan deflasi karena rendahnya daya beli masyarakat. Ini membuat Debt market akan terus mempunyai harapan yang baik.

Sektor yang perlu dicermati terkait potensi turunnya harga minyak dunia adalah sektor berbasis komoditas dan pertambangan. Komoditas mining sangat tergantung harga minyak dunia dan mempunyai korealsi yang tinggi terutama metal dan CPO. Sektor konstruksi kemungkinan akan turun 30% sekalipun rencana pemerintah mengalokasikan dana besar untuk proyek infrastruktur skala nasional diiringi harapan BI rate yang terus turun.

Imbas dari proyek infrastruktur membuat emiten sektor semen masih dapat bertahan karena konsumsi semen yang relatif tetap dibarengi penurunan harga BBM dan batubara yang cukup besar sehingga efisiensi biaya produksi meningkat disertai ekspansi produksi mendekati economies of scale-nya. Sektor consumer goods sebagai defensive sector diperkirakan masih tetap bertahan terhadap terpaan krisis dan kinerja keuangannya tidak akan turun signifikan.

Namun demikian, kesuramam pasar modal ini diharapkan hanya berlangsung sementara, khususnya di 1Q09. Kuartal kedua (2Q09) akan mulai memperlihatkan konsolidasi untuk siap-siap mengalami tren naik dengan tetap memperhaitkan kinerja laporan keuangan, sehingga baru pada 3Q09, prospek pemulihan diprediksi akan mulai menemukan indikator positif fundamentalnya.

Kondisi krisis keuangan global ini justru menciptakan peluang besar bagi investasi jangka panjang (long-term investment) karena harga saham di peralihan tahun 2008-2009 relatif murah, dan pospek bisnis beberapa tahun ke depan yang sangat baik. Pergerakan jangka panjang IHSG akan kembali memberikan return normal sekitar 15%-20% per tahun, bahkan lebih untuk beberapa sektor tertentu seperti perkebunan dan pertambangan seiring dengan pertumbuhan harga komoditas dan meningkatnya nominal GDP Indonesia.

Skenario outlook ini tergantung kepada seberapa cepat ekonomi global khusunya AS, Eropa dan Jepang dapat pulih kembali dan kenaikan harga crude oil dan komoditas andalan lainnya.

Artikel ini pernah dimuat harian Bisnis Indonesia dan menjadi materi Talk Show di PAS FM pada 5 Januari 2009

Perdana Wahyu Santosa – Chief Knowledge Officer CAPITAL PRICE
Research Center for Capital Market, Portfolio Investment, Corporate Finance and Economics

January 21, 2009 Posted by | Market Analysis | Leave a comment

Prince Al Waleed Bin Talal of Saudi Arabia

He each invested up to $200 million the development of infrastructure and economic activity in Africa Prince Alwaleed’s investment operation, Kingdom Holding Co., has stakes in companies across a range of sectors, including hotels, media and real estate

Who is the largest individual shareholder of Citigroup? CEO Sanford Weill will tell you “I’ve never had an individual shareholder who is as big as he is.” The man Weill is referring to is Prince al-Waleed Bin Talal of Saudi Arabia, the Warren Buffet of Saudi Arabia

He consequently got the contract and invested the entire proceeds in Citigroup at $9 a share His giant stake in Citigroup alone totals a cool $10 billion. (+/- 33%). Like most Saudi Arabians, I myself am a practicing, traditional Muslim, and yet I have liberal views.

I believe that women should of course be allowed to drive cars, and that they should generally have all rights that men have. If you visit the hotel I own in Paris, you’ll find two verses of the Koran displayed in the lobby, right next to the bar, where we serve alcohol. I am the biggest shareholder in Citigroup, the world’s largest bank. Who do you think is the president of Citigroup? He’s a Jew. Many of my friends and business associates are Christians and Jews. Traditionalism and liberalism are not mutually exclusive. But we must be cautious and show respect for all religions.

The purchase of large share of what was considered a conservative station by a Saudi Prince:

Prince Al Waleed Bin Talal, CEO of Saudi Arabia’s Kingdom Holding Company, has purchased 5% of Kuwait Invest Holding Company

Kuwait Invest Holding is part of the Jassim Al-Bahar Group of Companies. Prince Al Waleed invested 5% in IFA’s capital in September 2003. IFA is now worth over US $1 billion

We welcome and are proud of Prince Al Waleed’s investment in Kuwait Invest Holding. This is the second investment in the Kuwait Stock Market by His Highness within a year and it will further strengthen the Kuwait Stock Market.

His interests range from his own construction, hotel and oil firms to the stocks of troubled brand-name firms, including Compaq, Disney and Kodak

He is an entrepreneur and international investor with a net worth estimated in 2006 at $20 billion, and he is ranked as the eighth richest person in the world by Forbes
his holdings in Citigroup now comprises half of his wealth worth US$10 billion.[1] He has also made large investments in AOL, Apple Inc., Worldcom, Motorola, News Corporation Ltd and other technology and media companies

His first big win in 1991: $790 million of depressed Citicorp stock that has grown to an $8 billion stake in what is now Citigroup. And he’s looking for similar opportunities in today’s market.

January 21, 2009 Posted by | General Articles | Leave a comment

Investor to Give Away Fortune

By Marc Pitzke in New York

Warren Buffett, the second richest man in the world, is to give away most of his billions of dollars to worthy causes. This act of generosity has catapulted him into the ranks of legendary philanthropists and has given wealth back its good name.Berkshire Hathaway Chairman Warren Buffett is to donate most of his fortune to help solve some of the world’s “biggest problems.”

When Warren Buffet married as a 22-year-old in 1952, he warned his bride Susie: “I’m going to be rich one day.” Suzie didn’t get very excited. “She either didn’t care or didn’t believe me,” Buffett recalled in an interview published this week in Fortune magazine. Just in case this did ever really happen, the two agreed what they would do with the money: “give it back to society.”

Two years after the death of his wife, Buffett, now 75, has made their common dream a reality. On Sunday, the world’s second-richest man announced that he was giving away 85 percent of his fortune, with most of it slated to be donated to the Bill and Melinda Gates Foundation. The Microsoft founder, who is the world’s richest man, is also a close friend.

January 21, 2009 Posted by | General Articles | Leave a comment

BUMI dan Aksi Negatifnya

Perdana Wahyu Santosa

Pada acara talk show CAPITAL PRICE Senin sore kemarin di PAS FM bersama Prof. Roy Sembel. PhD, dimana kami membahas rubrik Bedah Korporasi yang dimuat di Bisnis Indonesia dengan judul “Mendeteksi Abnormalitas Bursa”. Ternyata banyak pertanyaan seputar “saham sejuta umat” yang sensasional, yaitu BUMI. Namun karena terbatasnya waktu dan agak out of topic dengan materi talk show, maka saya coba menjawab beberapa isu yang berkembang sekitar BUMI melalui facebook.

BUMI yang sudah terpuruk akibat aksi finansial melalui repo sahamnya yang anjlok berat nilainya akibat krisis ekonomi menjadi semakin terpuruk lebih dalam lagi akibat aksi akuisisi beberapa perusahaan tambang yang oleh sebagian analis saham dinilai terlalu mahal (overvalued) dan kurang memiliki prospek yang baik dimasa depan. Bahkan disinyalir, salah satunya merupakan tambang batubara yang sdh kurang aktif lagi. Hampir semua analis men down grade BUMI dan segera melakukan aksi jual dalam jumlah besar.

Menurut detik.com BUMI telah mengumumkan pembelian tiga perusahaan tambang dengan nilai yang tinggi dalam waktu yang berdekatan. Bumi membeli 76,9% saham saham perusahaan PT Fajar Bumi Sakti senilai Rp 2,47 triliun. Bumi juga melakukan pembelian secara tidak langsung saham DEWA sebesar 43,6% senilai Rp 2,4 triliun. Terakhir BUMI melalui anak usahanya PT Bumi Resources Investment membeli 89% saham yang dikeluarkan Pendopo Coal Ltd senilai Rp 1,303 triliun. Pendopo Coal secara tidak langsung memiliki 94,9% saham PT Pendopo Energi Batubara.

Nilai transaksi akuisisi sebesar Rp. 6,18 triliun akan membebani neraca BUMI sehingga dinilai sebagai transaksi yang material oleh para analis dan Bapepam-LK. Namun sebaliknya, manajemen BUMI tidak menganggap nilai sebesar itu material sehingga tidak perlu melaporkan dan mendapat ijin Bapepem ataupun BEI. Akibatnya, timbul beberapa misinterpretasi seputar aksi akusisi tersebut, sehingga Bapepam “terpaksa” menekan BUMI untuk membuktikan secara hukum alasan-alasan akuisisi material tanpa ijin tsb. Bapepam sekaligus BEI merasa dilangkahi dan dilecehkan sebagai regulator dan badan resmi pengawas pasar modal.

Aksi korporasi BUMI tersebut tentu saja mengakibatkan beberapa sekuritas besar menurunkan peringkatnya berikut target price BUMI menjadi underperform. Hal ini, saya nilai sebagai sesuatu yang wajar karena dalam situasi keuangan yang sulit, BUMI tetap memaksakan diri melakukan akusisi yang “kurang bernilai” tanpa restu dari Bapepam. Konsekuensi logisnya BUMI dihujani tekanan jual yang sangat berat sehingga harus autoreject setiap hari hingga level Rp. 520 (13/01/09) yang merupakan harga terendahnya dalam 5 tahun terakhir. Potensi penurunan kemungkinan akan terus berlangsung karena anjloknya harga minyak hingga USD 37 perbarrel yang akan menekan saham berbasis komoditas dan energi.

Menyimak beberapa informasi negatif seputar BUMI, menimbulkan beberapa kejanggalan baru seperti: 1). Mengapa manajemen BUMI melakukan akusisi ditengah sulitnya keuangan korporasi? 2). Mengapa BUMI berani melangkahi Bapepam dan BEI dalam transaksi akusisi yang material tsb? 3). Mengapa BUMI mengakuisisi perusahaan tambang dgn nilai yang terlalu mahal dan kurang baik prospek bisnisnya? 4). Disinyalir banyak kepentingan politik dibalik akusisi kemahalan tsb, lalu apa manfaatnya bagi investor di BEI kecuali kerugian besar akibat anjloknya harga BUMI ke level terendahnya?

Salam Investasi

January 21, 2009 Posted by | Stocks Analysis | 3 Comments

Nasionalisme Ekonomi: Jaga Likuiditas Perbankan

Perdana Wahyu Santosa
Admin BEI Club dan Value Investor Forum

Anda merasa mempunyai rasa nasionalisme? Ada yang mengatakan “jangan beli USD”, atau “kendalikan sistem devisa bebas” dsb. Itu saran yang baik dari rakyat Indonesia yang baik pula, atau setidaknya masih memiliki rasa nasionalisme yang sekarang ini sudah menjadi barang langka. Namun sedikit saya tambahkan bahwa menjaga likuiditas perbankan adalah hal yang mutlak kita lakukan juga secara kolektif, caranya sederhana saja, yaitu jangan tarik dana simpanan/deposito anda dari perbankan nasional swasta ataupun BUMN.

Bayangkan saja jika kita semua menarik dana simpanan/deposito secara bersamaan dalam periode yang singkat, maka otomatis perbankan kita akan kesulitan likuiditas yang parah bahkan langsung berdarah-darah dalam sekejap. Penarikan dana dari bank dalam jumlah besar secara bersamaan akan membuat bank tsb kolaps seketika. Nah, apabila perbankan mengalami pendarahan hebat seperti itu maka krisis ekonomi global yang mulai masuk ke Indonesia akan segera bereaksi dgn cepat bagaikan api ketemu bensin. Blaaaar!! Rontoklah semua sendi-sendi perekonomian kita dan segera dimanfaatkan oleh para spekulan valas maupun saham. Apalagi dana/deposito IDR yang kita tarik tsb langsung dikonversikan menjadi USD.

Sedikit memberi saran usang, dianjurkan agar kita semua tetap tenang dan menghindari kepanikan yg tidak perlu sehingga likuiditas perbankan tetap terjaga agar ketahanan ekonomi kita dalam menghadapi krisis lebih mantap dan stabil. Dampak krisis mau tidak mau, suka tidak suka akan mulai terasa pada kuartal 1-2 tahun 2009 yang akan segera kita songsong ini. Selamat menjaga likuiditas perbankan nasional sebagai wujud nasionalisme ekonomi yang paling nyata dan tentu saja para pejabat BI dan Depkeu juga harus terus menjaga ketenangan moneter.

Disamping itu, pemerintah juga telah membentuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang berfugsi sebagai institusi penalangan dana/deposito nasabah hingga mencapai Rp. 2 milyar/per account sehingga menciptakan situasi lebih kondusif dan menciptakan rasa aman. Buktinya, jika masalah Bank Century tidak segera diatasi oleh LPS mungkin sudah terjadi rush yang merembet ke seluruh sektor perbankan nasional bahkan asing. Guna menangani krisis likuiditas yang terkait dengan valas dapat diatasi dgn cara kerjasama antara bank nasional sebagai penyedia IDR dengan bank asing sebagai penyedia USD.

Kucuran kredit perbankan dipastikan akan turun secara signifikan karena harus terus mejaga likuiditasnya sehingga pertumbuhan ekonomi juga akan melambat drastis pada 2009. Diprediksi ekonomi Indonesia mungkin hanya mampu tumbuh sekitar 4,5-5,5% saja. Semoga saja pilar perbankan Indoensia dapat bertahan dari terpaan krisis ekonomi dan disertai kesadaran rakyatnya juga.

January 21, 2009 Posted by | Economic Trends | 1 Comment

Tender Offer Indosat, Sebuah Peluang Investasi?

Perdana Wahyu Santosa

Proses tender offer saham ISAT oleh Qatar Telecom (Qtel) yang melelahkan akhirnya mulai menemukan titik terang sekalipun secara legal formal ada semacam ganjalan terkait dgn batas maksimal kepemilikan asing yaitu sebesar 49%. Namun Menkominfo menyerahkan persoalan ini kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan kemudian Bapepam yg akan mengesekusinya. Hal ini memang menjadi polemik tersendiri karena Qtel mengakuisisi ISAT sebesar 65% tanpa harus melepaskan (spin off) anak usahanya bebasis fixed line, StarOne. Boleh jadi aksi korporasi di akhir tahun 2008 ini dinilai pasar sebagai “angin segar” bagi BEI yang sudah luluh lantak diterpa badai krisis global sepanjang tahun.

Pasar juga berekasi positif terhadap proses akuisisi ini, sehingga harga saham ISAT melonjak sebesar Rp. 250/lembarnya atau + 4,63% melanjutkan penguatan beberapa waktu lalu . Selama proses akuisisi ini saham ISAT mengalami kenaikan signifikan dari Rp 4850 per 1 Desember menjadi Rp. 5650 per Jumat siang (26/12/08) namun kembali melemah pada posisi Rp. 5600 (+3,70) jelang tutup pasar karena adanya aksi profit taking.

Menurut rencana, harga saham ISAT untuk tender offer adalah Rp. 7388 perlembar sehingga market price saham telekomunikasi terbesar kedua di Indonesia ini terus menanjak mendekati harga tender offer-nya. Rencana akuisisi ini dijadwalkan selesai akhir Januari 2009 sehingga masih membuka peluang kenaikan harga lebih tinggi lagi sedekat mungkin dgn harga tender offer-nya. Namun ganjalan batas kepemilikan maksimal 49% membuat para investor lebih menahan diri sementara ini. Pantaskah asing mengendalikan entitas bisnis strategis sepenting Indosat?

Apabila pemerintah, via BKPM memberi sedikit kelonggaran (pelanggaran) batas kepemilikan maksimal Qtel di ISAT maka diprediksi harga ISAT akan kembali melanjutkan penguatannya dengan target harga sekitar Rp 6500. Kenaikan harga ini disebabkan ISAT secara fundamental lebih kuat lagi dan lebih mempunyai daya saing terhadap TLKM sebagai market leader telekomunikasi di Indonesia. Apabila Qtel diberi keistimewaan batas kepemilikan maksimal maka disarankan untuk terus mengkoleksi saham ini.

Namun dibalik analisis kuantitatif tsb, perlu diperhatikan (1). potensi perang harga disektor strategis ini sdh sangat ketat (2) Ekses pengendalian dan kepentingan asing dibalik akuisisi ini dan (3) Benarkah hanya Qtel yang berperan dalam akuisisi ini. Hal2 tsb perlu dipertimbangkan secara matang sebelum mengambil keputusan investasi long-term. Bahkan mungkin, ISAT yg dikendalikan asing nantinya akan digunakan untuk menghantam TLKM agar pantas juga untuk dijual murah kepada asing?

Selling Indonesia by discount, can you tell me where my country wrong?

January 21, 2009 Posted by | Stocks Analysis | Leave a comment

WARAN (Option)

Perdana Wahyu Santosa

Waran adalah salah satu instrumen pasar untuk memiliki HAK (rights), tak ada unsur kewajiban, sehingga pemegang waran mempunyai hak untuk memesan suatu efek terlebih dahulu dibandingkan mereka tidak memiliki waran. Waran juga sering disebut anak saham oleh para praktisi pasar modal.

Karakter waran mirip dengan option lainnya dimana ada masa berlaku penebusan (exercise) namun biasanya lebih lama dibanding rights lainnya. Pada umumnya waran dapat ditebus hingga 3 tahun dan lebih dari itu dianggap kehilangan haknya atau hangus. Rights lainnya hanya sekitar 3 bulan saja.

Waran sendiri memiliki masa aktif sejak 1st exercise-nya yang berarti sebelum tanggal penebusannya-nya, waran tidak dapat ditebus. Namun waran bebas diperjual-belikan di pasar layaknya saham sejauh waran tsb mempunyai likuiditas yang baik. Maka harga waran pun dapat berfluktuasi yang pada umunya mengikuti harga saham induknya sebagai underlying asset-nya. Secara teknis kode waran hampir sama dgn kode emiten-nya hanya ditambah huruf -w dibelakangnya. Misalnya waran untuk saham Bakrie Telekomunikasi yang kodenya BTEL maka warannya BTEL-W dst.

Seperti halnya option lainnya, pada saat exercise dapat IN The Money dimana harga waran plus harga penebusan dan administarsinya lebih kecil dari harga sahamnya di pasar, artinya pemegang waran mendapatkan keuntungan karena seluruh biaya waran masih di bawah harga sahamnya. Namun jika situasinya terbalik, maka dinamai OUT of The Money karena biaya waran melebihi harga saham pada saat di exercise sehingga pemegang waran akan mengalami kerugian. Namun, pemegang waran mempunyai hak untuk tidak mengexercise-nya jika dianggap merugikannya.

Dalam prakteknya harga waran dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kinerja keuangan, prospek bisnis kedepan, kualitas manajemen, situasi makro ekonomi, stabilitas politik dan persepsi pelaku pasar terhadap emiten waran tsb. Disamping itu, harga waran juga tergantung pada penggunaan dana hasil waran oleh emiten serta harga penebusan (exercise) waran tersebut.

Selama menunggu 1st exercisenya, waran yang diperdagangkan biasanya naik cukup signifikan terkadang melebihi kenaikan sahamnya, namun menjelang tanggal exercisenya sering mengalami penurunan terlebih dahulu. Para traders waran sering memanfaatkan siklus seperti ini untuk mencari keuntungan sesaat sebaliknya para investor jangka panjang tetap hold sampai exersise-nya. Penurunan waran jelang exercise-nya hanyalah bersifat temporary saja karena para traders biasanya melakukan profit taking untuk merealisasikan keuntungannya. Jika kinerja dan prospek bisnis emiten cukup baik dan menjanjikan maka harga saham maupun warannya kembali naik mencari harga wajarnya.

Siklus kembali terulang, dimana waran mendekati masa expired date-nya, maka harganya kembali turun dan berulang seperti masa 1st exercise-nya. Kemudian akan naik lagi jika long term performance emiten menjanjikan prospek bisnis yang baik. Disamping itu, ada juga waran yang gratis diberikan kepada pemegang saham yang biasanya diberikan sebagai “pemikat” saat perusahaan melakukan penawaran perdana kepada pubilik (IPO) atau diberikan cuma-cuma pada saat rights issue.

Semoga bermanfaat bagi kita semua.

January 21, 2009 Posted by | Capital Market Education | Leave a comment

Price Earning Ratio (PER)

Perdana Wahyu Santosa

PER: Indikator penting di pasar modal..
Definisi: adalah suatu rasio yang menggambarkan bagaimana keuntungan perusahaan atau emiten saham (company’s earnings) terhadap harga sahamnya (stock price). Perhitungan rasio P/E atau PER dilakukan dengan cara membagi harga saham saat ini (current price of the stock) dengan keuntungan tahunan persaham (annual earnings per share).

Misalkan emiten saham ABCD mempunyai keuntungan bersih persaham (earning per share) sebesar Rp.200, dimana saat ini harga sahamnya Rp.2.000,- perlembar maka PER ABCD adalah 10. Artinya jika kita berinvestasi saat ini pada saham ABCD maka payback period-nya sekitar 10 tahun karena kita membeli saham tsb dengan 10 kali laba bersih persahamnya dengan asumsi inflasi 0% dan ABCD mempunyai tingkat keuntungan tetap Rp. 200,- per saham.

Untuk mendapatkan tingkat imbal hasil saham (return) maka cukup dihitung dengan 1/PER saja, sebagai contoh imbal hasil ABCD adalah 1/10 yaitu 10% pertahunnya. Kemudian kita bandingkan dengan return pasar, apabila return saham lebih tinggi dari return pasar maka saham tsb layak dibeli begitu juga sebaliknya. PER juga dapat dipakai untuk membandingkan kinerja antar saham atau antar sektor bahkan antar pasar dalam skala regional ataupun global.

PER juga merupakan angka psikologis bagi value investor dimana PER yang kecil akan lebih menarik dibandingkan dengan PER tinggi. PER rendah ini disebabkan oleh laba per saham yang relatif tinggi dibandingkan dengan harga sahamnya sehingga tingkat returnnya lebih baik dan payback period-nya lebih singkat lagi. PER yang kecil merupakan salah satu pertimbangan utama bagi value investing disamping faktor-faktor lainnya.

Maka PER saham yang lebih tinggi dari PER pasar kurang baik untuk investasi jangka panjang namun dapat dilakukan untuk short-run atau trading dengan pertimbangan teknikal saja. Seorang investor yang cerdas akan menghindari saham dengan PER tinggi apalagi saham tsb mempunyai volatilitas yang tinggi sehingga memiliki potensi resiko yang tinggi pula.

Pada saat ini dimana harga saham berjatuhan, maka PER saham anjlok drastis hampir sebesar rata-rata 60% dan PER pasar sudah di bawah 10, maka ini merupakan sinyal kuat untuk memulai investasi nilai seiring dengan momentum krisis ekonomi. Bahkan beberapa saham unggulan sudah mencapai PER di bawah 5. Bagi value investor momentum ini merupakan peluang investasi jangka panjangnya.

Semoga bermanfaat, selamat berinvestasi…

January 21, 2009 Posted by | Capital Market Education | Leave a comment

Price to Book Value (P/BV)

Perdana Wahyu Santosa
Admin Value Investor Forum

Secara umum, P/BV adalah sebuah indikator penting dalam investasi walaupun sebagian menganggap sudah kurang relevan lagi karena berbagai alasan. Namun bagaimanapun juga P/BV ini merupakan rasio yang secara luas dipakai diberbagai analisis sekuritas dunia. Rasio P/BV ini disefinisikan sebagai perbandingan nilai pasar suatu saham (stock’s market value) terhadap nilai bukunya sendiri (persaham).

Perhitungannya dilakukan dengan membagi harga saham (closing price) pada kuartal tertentu dengan nilai buku kuartal persahamnya. Beberapa pihak menyebutnya dengan “price-equity ratio”

Rumus yang digunakan adalah:

P/BV= Harga Saham/(Total Assets-Intangible Assets dan Liabilities)

Semakin rendah nilai P/BV suatu saham maka saham tsb dikategorikan undervalued yang mana sangat baik untuk investasi jangka panjang. Nilai rendah rasio ini harus disebabkan oleh rendahnya harga saham, sehingga harga saham berada dibawah nilai bukunya atau nilai sebenarnya.

Namun rendahnya nilai P/BV ini juga dapat mengindikasikan menurunnya kualitas dan kinerja fundamental emiten ybs (fundamentally wrong). Oleh karena itu, nilai P/BV harus kita bandingkan juga dengan P/BV sektor yang bersangkutan. Apabila terlalu jauh perbedaannya dengan P/BV industrinya maka sebaiknya perlu dianalisis lebih dalam lagi.

Menariknya, P/BV ini juga memberikan sinyal kepada investor apakah harga yang kita bayar/investasikan kepada perusahaan tersebut terlalu tinggi atau tidak jika diasumsikan perusahaan bangkrut tiba-tiba (bankrupt immediately). Karena jika perusahaan bangkrut, maka kewajiban utamanya membayar hutang terlebih dahulu, baru sisa aset (kalau ada) dibagikan kepada para pemegang saham. Ada kelemahan rasio keuangan ini, dimana nilai ekuitas dipengaruhi langsung oleh saldo laba perusahaan yang diakumulasi dari laba/rugi pada income statement.

Jadi konsep utama P/BV adalah kapitalisasi pasar dibagi oleh nilai buku. Nilai buku dengan basis seluruh perusahaan atau persahamnya saja. Rasio ini jelas membandingkan nilai pasar terhadap nilai perusahaan berdasarkan laporan keuangan (financial statements). Maka dapat diartikan bahwa semakin tinggi nilai P/BV suatu saham mengindikasikan persepsi pasar yang berlebihan terhadap nilai perusahaan dan sebaliknya jika P/BV rendah maka diartikan sebagai sinyal good investment opportunity dalam jangka panjang.

Namun untuk beberapa jenis perusahaan, rasio P/BV ini kurang ampuh lagi karena adanya kesulitan mendasar bagi akuntansi tradisional untuk perusahaan berbasis teknologi tinggi. Asset utama perusahaan jenis ini adalah ”intellectual property” yang merupakan ”great value” yang sulit dicatatkan dalam akuntansi keuangan biasa. Sehingga book value perusahaan jenis ini tidak merefleksikan kekayaan sebenarnya dari perusahaan teknologi ini.

Secara umum nilai P/BV value ini lebih diminati oleh value investor ketimbang growth investor.

Selamat berinvestasi,

January 21, 2009 Posted by | Capital Market Education | Leave a comment