SMART Market

Inspiring for Smart Investing

Kinerja IHSG Januari 2010

Perdana Wahyu Santosa

IHSG/JCI mencatatkan kinerja yang sangat baik dan prospek yang cerah. Setelah sempat terupuruk dalam pada 2008 lalu dan mengalami pemulihan yang cepat pada 2009. Memasuki 2010, IHSG mencatatkan hasil positif 3% yang merupakan kinerja excellent sekaligus abnormal di kawasan Asia. Indeks pasar modal lainnya seperti China, Taiwan, India dan Korea mencatatkan kinerja return (imbal hasil) negatif -8,8%, -6,7%, -6,3% dan -4,8. Sementara indeks pasar Asean seperti Phillippines, Singapore, serta Malaysia juga mencatatkan kinerja buruk. Rendahnya kinerja indeks regional Asia dipicu oleh:

  • Bubble warn perekonomian China yang sudah mulai “overheating
  • Pemulihan (recovery) ekonomi AS masih rapuh

Pergerakan IHSG/JCI periode 2006-Jan 2010, menunjukkan fluktuasi yang sangat tinggi pada periode 2007-2009. IHSG mengalami volatilitas hingga 58,6% pada periode tersebut. Memasuki 2010 ini, diprediksi volatilitas IHSG berada pada kisaran yang lebih sempit sekitar 10-15%. Hal ini menunjukkan bahwa potensi kenaikan IHSG jauh di bawah kinerja 2009.

Secara umum, IHSG/JCI diprediksi akan terus menujukkan tren positif (up-trend) pada 2010 ini dengan pertimbangan estimasi kenaikan PDB sekitar 5,6% disertai kenaikan BI rate menjadi 7,0-7,5%. BEI diprakirakan akan memiliki momentum up trend yang kuat karena dukungan indikator ekonomi yang sangat menjanjikan pada 2010. Melalui berbagai analisis, diprediksi IHSG akan menembus level 3000, selama semua asumsi yang dipakai tidak meleset karena event tak terduga terutama masalah geopolik seperti: Iran dan Korea Utara. Masalah potensial lainnya adalah bubble warn perekonomian China serta pemulihan ekonomi global yang masih rapuh.

February 3, 2010 Posted by | 1 | Leave a comment

Mengenal Indeks Harga Saham dan Jakarta Islamic Index

oleh  Perdana Wahyu Santosa

Pasar modal mempunyai indikator indeks harga saham yang menjadi pintu gerbang sekaligus barometer utama untuk para investor dalam mengambil keputusan stratejiknya. Perhitungan terhadap indeks harga saham dapat dilakukan dengan berbagai cara dan metode. Cara yang umum dilakukan melalui Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang merupakan indeks komposit seluruh saham yang listing di BEI. Perhitungan IHSG dilakukan tanpa pembobotan (weighted) dengan asumsi peran setiap saham dinilai sama pengaruhnya terhadap pergerakan harga pasar. Oleh karena itu semua jenis indeks harga saham lainnya merupakan turunan sekaligus anggota IHSG. Pada umumnya pembentukan indeks saham menggunakan metode Laspeyres.

Indeks lainnya yang sangat berpengaruh adalah LQ-45 karena beranggotakan saham-saham unggulan yang sangat aktif (most active). LQ-45 menjadi acuan banyak perusahaan manajemen investasi terkemuka dalam membentuk portofolio dan basis reksadana (mutual fund) termasuk investor individual. Selain itu, LQ-45 juga paling sering dijadikan acuan pemilihan saham dalam berbagai penelitian keuangan dan investasi. Selanjtnya indeks lainnya adalah Kompas-100 yang diterbitkan para analis harian Kompas. Indeks ini juga sangat andal dengan anggota sekitar 100 saham unggulan dan kerap dijadikan acuan reksadana saham. Dengan anggota saham yang lebih banyak, Kompas 100 lebih elastis mengikuti pergerakan IHSG. Indeks saham terbaru adalah Bisnis-27 yang dirilis harian Bisnis Indonesia pada awal 2009. Indeks Bisnis dengan 27 saham index mover berbagai sektor andalan BEI memberikan pilihan yang lebih spesifik lagi. Kelemahan indeks Bisnis-27 ini pergerakannya rentan karena jumlah anggota saham yang relatif kecil. Namun sejauh ini, berdasarkan pengamatan selama 6 bulan pertama sejak dirilis, indeks bisnis ini cukup andal.

Indeks-indeks tersebut di atas tersebut cukup akurat dan reponsif terhadap pergerakan pasar IHSG. Karakter indeks harga saham seperti ini termasuk ke dalam Indeks sampel karena anggota indeks diambil melalui metode sampling tertentu agar mampu merepresentasikan seluruh harga saham sebagai populasinya. Selain itu, terdapat pula indeks saham yang mencerminkan pergerakan harga-harga saham sesuai dengan sektor masing-masing seperti sektor agriculture, mining, finance dan lain sebagainya. Tentu, indeks sektoral bukan dibentuk melalui teknik sampling tertentu karena saham-saham yang digunakan sesuai dengan emiten pada sektor yang dijadikan indeks. Dengan demikian, ragam jenis indeks saham memungkinkan para analis dan investor untuk melakukan penilaian yang lebih objektif terhadap studi komparasi antar indeks saham.

Jakarta Islamic Index

Di samping itu, terdapat indeks harga saham yang lebih spesifik berdasar ajaran islami yaitu Jakarta Islamic Index (JII) dengan anggota 30 saham pilihan. Ke -30 saham anggota JII tersebut dinilai memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Intinya saham-saham yang masuk ke dalam JII-30 harus memenuhi unsur yang sama dengan indeks lainnya kecuali unsur haram dalam pandangan MUI. Unsur haram yang disyaratkan DSN MUI pada umumnya terkait dengan kegiatan bisnis  Alkohol, Perjudian, Produksi dengan bahan baku babi, Pornografi, Jasa Keuangan dan Asuransi konvensional.

Ke enam fatwa-fatwa DSN MUI tahun 2004 tersebut mengatur prinsip-prinsip syariah di bidang pasar modal yang menyatakan bahwa suatu sekuritas/efek di pasar modal dipandang telah memenuhi prinsip-prinsip syariah apabila telah memperoleh pernyataan kesesuaian syariah secara tertulis dari DSN-MUI.

Jadi secara khusus, saham-saham yang masuk kriteria JII adalah saham-saham yang operasionalnya tidak mengandung unsur ribawi dan struktur permodalan perusahaan bukan mayoritas dari hutang. Maka saham-saham JII ini pada umumnya mempunyai struktur modal yang sehat dan tidak terbebani bunga hutang berlebihan, dengan kata lain debt-to equity rasionya masih proporsional. Rasio DER yang lebih wajar berpotensi meningkatkan keuntungan emiten dan terhindar dari beban keuangan jangka panjang.

Namun secara prinsip, leveraging merupakan suatu hal yang dianjurkan agar EBIT dan EPS perusahaan terus meningkat. Oleh sebab itu, imbal hasil (return) emiten syariah cukup menjanjikan pada investasi jangka menengah-panjang. Pengelolaannya (manajemen) juga dinilai transparan dan kredibel serta menghormati hak-hak pemegang sahamnya. Saham-saham anggota JII sebagian besar juga anggota indeks lainnya hanya ada sedikit kriteria syariah tersebut. Indeks JII seperti indeks modern lainnya, bersifat dinamis dalam arti secara periodik di update agar senantiasa responsif dengan pergerakan pasar dan sesuai dengan syariah.

Maka sejak keberadaannya 1995, serta melalui berbagai penyempurnaan tahun 2000 dan 2003, saham-saham JII menunjukkan kinerja yang baik dan mampu bersaing dengan saham-saham dari anggota indeks lainnya. Selain itu, saham-saham JII sebagian besar merupakan saham blue chips biasa.

Demikian dan semoga bermanfaat. Salam Investasi

January 18, 2010 Posted by | 1, Beginners, Capital Market Education | , , , , | 3 Comments

Global Junk Default Rate Hits 12%, Nears Expected Peak


The trailing 12-month global speculative-grade default rate finished at 12.0% in the third quarter of 2009, up from a level of 10.6% in the previous quarter and only 2.8% a year ago.

The U.S. speculative-grade default rate ended the third quarter at 12.9%, up from 11.5% in the second quarter, while in Europe the default rate rose to 9.3% from 6.4%. At this time last year, the U.S. and European default rates stood at 3.2% and 0.7%, respectively.

In all, a total of 50 Moody’s-rated corporate debt issuers defaulted in the third quarter, down from 89 in the first quarter and 83 in the second quarter. Last year, only 62 defaults were recorded in the first three quarters of the year.

For U.S. speculative-grade issuers, Moody’s forecasting model predicts that the default rate will peak at 13.5% in the fourth quarter before declining sharply to 4.4% by the third quarter of 2010.

Overall, the Automotive industry was the worst performer in the third quarter as seven companies in that sector defaulted. The Advertising/Publishing/Printing Media industry followed closely behind with six defaults. Across regions, 39 of the Q3 defaulters were based in North America while eight were from Europe. The remaining defaulters were domiciled in South America and Asia.

“Across industries over the coming year, Moody’s default rate forecasting model indicates that the Consumer Transportation sector will be the most troubled in the U.S. and the Durable Consumer Goods sector will have the highest default rate in Europe.”

Moody’s speculative-grade corporate distress index — which measures the percentage of rated issuers that have debt trading at distressed levels — stood at 28.1% at the end of the third quarter, down from 36.3% in the previous quarter. A year ago, the index stood at 26.8%.

Technorati Tags: 

October 9, 2009 Posted by | 1 | Leave a comment

There are four ways in which you can spend money

There are four ways in which you can spend money:

You can spend your own money on yourself. When you do that, you try to get the most value for your money.
You can spend your own money on someone else. For example, purchasing a gift, you may not be so careful about the contents, but you’re very careful about the cost.

You can spend other people’s money on yourself. Which means you’ll probably be having a great lunch.

Finally you can spend other people’s money on other people. When this happens you’re never concerned about cost or value. And that’s government and how tax payer’s money is spent.

~ Milton Friedman

April 12, 2009 Posted by | 1 | Leave a comment

Growth Stocks Strategy: Indosat

Indosat: Neutral Market Perception 2008; Read carefully and be smart investor

March 14, 2009 Posted by | 1 | , , , , , | Leave a comment