SMART Market

Inspiring for Smart Investing

Review dan Prospek Pasar Modal 2010

Perdana Wahyu Santosa


Review 2009: Flying High Again

Awal tahun 2009 lalu pasar modal BEI didera    penurunan luar biasa tajam akibat kecemasan  mendalam akan kehancuran ekonomi global yang  berawal dari krisis subprime mortgage di AS dan sebagian Eropa. Krisis instrumen derivatif berlandaskan aset KPR berkualitas rendah tersebut menjalar begitu cepat sekaligus sangat dahsyat. Hampir semua pasar modal baik emerging market ataupun pasar yang sudah efisien mengalami kejatuhan luar biasa. Tingkat kejatuhan pasar modal global mencapai kisaran 60-80%. Krisis tersebut menghapus sebagian besar kekayaan para investor kakap yang telah berinvestasi selama satu dekade. Dari rakyat biasa hingga para analis keuangan, ekonom sampai dengan petinggi negara membicarakan krisis ekonomi disertai bumbu politik, anti-kapitalisme, neo-liberalisme, dan berbagai penyedap lainnya sesuai dengan motif masing-masing kelompok. Perekonomian dan pasar finansial berada pada kondisi yang rentan dan penuh ketidak-pastian tanpa gairah pada saat itu, plus kerawanan isu sosial politi jelang pemilu pada paruh pertama 2009.

Namun orang bijak menatap dengan cara lain, katanya setiap krisis akan menciptakan berbagai peluang bisnis dan investasi. Ketika pasar modal BEI terjungkal hebat hingga level 1.100 an per Januari 2009, dunia seolah terbalik dimana investor kaya menjadi “miskin” dan terbuka peluang besar bagi para investor baru “newbie” untuk menjadi kaya. Investor baru dapat masuk pada saat harga-harga saham terdiskon sangat rendah akibat krisis ekonomi dan panic selling yang berlebihan. Ini jelas peluang langka. Untuk mendapatkan peluang investasi sebaik ini mungkin harus menunggu selama kurun 10 tahun lagi. Situasi saat itu dapat disebut maximum investment opportunity. Namun, peluang berharga tersebut kurang dimanfaatkan akibat rasa takut dan dampak psikologis yang dalam akibat kejatuhan pasar finansial dunia.

Hal tersebut dapat dimaklumi, Lehman Brothers, AIG, Citigroup, JP Morgan dan sederet manajer investasi kelas dunia saja terkapar tak berdaya dihantam badai subprime mortgage tersebut. Namun kita harus memahami, bahwa fenomena tersebut hanyalah sebuah siklus yang terus berputar dari masa ke masa. Setelah mengalami krisis, kembali pasar finansial mengalami booming, kemudian kembali didera krisis dan seterusnya.

Pertumbuhan indeks pasar BEI yang cukup baik dimulai 2006,hingga 2007 dan paruh pertama 2008. Setelah naik 55,3% pada tahun 2006, dan naik lagi 52,1% pada tahun 2007, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menurun 50,7% selama tahun 2008. Memasuki kuartal III 2008, pasar finansial global mulai limbung dan hancur pada kuartal terakhir 2008. Sampai paruh pertama 2008, BEI mencetak rekor dalam sejarah hingga level 2830. Kejatuhan BEI disebabkan karena keluarnya hot money besar-besaran terutama pada kuartal terkahir 2008 akibat kecemasan dampak krisis global.  Selanjutnya pada paruh pertama 2009 indikator ekonomi makro Indonesia yang cukup kuat dari terpaan krisis global dengan PDB sekitar 4,3% tersebut membuat pasar kembali memasuki wilayah optimis sekalipun senantiasa dibayangi berbagai kecemasan akan pemulihan ekonomi global yang belum jelas.

Akhirnya jelang kuartal kedua 2009, IHSG kembali menujukkan kekuataannya dan berhasil up trend luar biasa hingga 50,1% pada akhir semster 2 tahun 2009. Serta merta peguatan IHSG diikuti oleh menguatnya nilai tukar IDR terhadap USD menjadi sekitar Rp. 10.200/USD pada akhir Juni 2009 setelah sempat terpuruk hingga Rp. 12.000/USD pada Desember 2008. Pemulihan tersebut juga didorong oleh penurunan tingkat suku bunga BI (BI rate) dari 9,5% hingga 6,5% saja secara periodik. Penguatan IHSG terus berlanjut pada kuartal 3, bahkan berhasil menembus level psikologis 2000 dengan mulus disertai penguatan IDR/USD pada kisaran Rp. 9500-10.000/USD.

Memasuki kuartal terkhir 2009, para investor semakin percaya diri bahkan cenderung over confidence terhadap prospek investasinya. Hal tersebut, membuat IHSG kembali terbang tinggi menembus level wajarnya di 2250. Bahkan pada November dan Desember 2009, IHSG berkali-kali menembus level keramat 2500. Namun, para investor nampaknya belum berani melangkah terlalu jauh sehingga pada kuartal terkhir 2009 IHSG berfluktuasi pada kisaran 2400-2500 an. Bayangkan, pada 31 Desember 2009, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah bertengger di atas evel 2.500 atau tumbuh sekitar 85,86%. Ini berarti IHSG sudah kembali normal hanya dalam satu tahun saja. Namun hal yang mencemaskan adalah kenaikan harga crude oil dunia yang mencapai level USD 78,76/barrel. Kenaikan harga minyak mentah dunia tersebut lebih disebabkan aktivitas spekulasi dari pada proses supply-demand.

Prospek 2010: Flying Over High atau Profit Taking?

Apakah suasana keceriaan di BEI pada akhir 2009 ini akan berlanjut pada 2010 nanti? Apakah IHSG akan terus terbang lebih tinggi lagi di 2010? Tentu saja itu harapan kita semua. Ada baiknya jika kita mengacu kepada prospek indikator ekonomi makro Indonesia dan global pada umumnya. Sekalipun, secara psikologis, IHSG akan terus mencoba menembus level tertingginya di 2830 pada awal kuartal pertama 2010 nanti. Tendensi “pemecahan rekor tertinggi” ini tampaknya cukup kuat dan beralasan.

Jika kita mengacu pada prospek perekonomian nasional di 2010, yaitu angka pertumbuhan ekonomi 2010 oleh beberapa ekonom dan lembaga riset terpandang dipatok sekitar 5-6%. Bahkan ada yang memprediksi di atas 6%. Hal ini tentunya merupakan alasan kuat bagi para investor untuk kembali menanamkan dananya di BEI selama 2010. Secara umum, jika perekonomian dapat tumbuh 1%, maka dibutuhkan dana investasi sekitar 4,5% dari APBN. Maka untuk tumbuh sekitar 5,5% dapat dihitung secara kasar jumlah dana investasi yang diperlukan untuk mencapainya. Tentu saja pemerintah harus berupaya maksimal dan fokus untuk menciptakan situasi kondusif bagi para investor asing dan swasta nasional agar dana investasinya dapat bertahan lebih lama di Indonesia. Sedangkan untuk menarik dana besar dari investor asing, tentunya peranan pasar modal sangat penting.

Di samping itu, masuknya dana asing akan membuat rupiah semakin kuat dan stabil dalam mendukung pertumbuhan ekonomi 2010. Jumlah modal yang dibutuhkan para emiten juga semakin besar untuk dapat menangkap peluang bisnis di 2010 tersebut sehingga pasar modal akan diwarnai berbagai aksi korporasi untuk menjaring dana segar dari masyarakat. Di samping itu, jumlah emiten baru yang prospektif ditargetkan otoritas BEI sekitar 25 emiten. Ini berarti dalam setiap bulan akan ada initial public offering (IPO) sebanyak 2 emiten. Situasi tersebut merupakan peluang tambahan yang dapat dimanfaatkan para investor di 2010.

Indikator ekonomi makro seperti inflasi dinilai akan stabil pada kisaran 6,5-7% sedangkan BI rate akan dipatok untuk menjaga situasi ekonomi yang kondusif pada kisaran 7-7,5%. Kedua indikator penting tersebut memberikan harapan yang sangat bagus bagi investor dan pelaku ekonomi riil. Nilai tukar IDR/USD diestimasi berada pada level Rp. 9200-9600/USD.

Beberapa lembaga keuangan dunia juga memberikan target IHSG yang menjanjikan. Pada umumnya mereka mentargetkan IHSG di atas 3000 an dengan berbagai asumsi dan metode analisisnya. Melihat situasi tersebut, tampaknya IHSG akan flying over high dan memberikan imbal hasil yang baik bagi pelaku pasar.

How high can you go, IHSG?

Adalah pertanyaan mendasar di 2010, betapa tidak, jika IHSG terlalu tinggi (overvalued) maka konsekuensinya akan rawan anjlok sesaat akibat aksi ambil untung (profit taking) dan mengakibatkan capital outflow dana panas yang dimiliki asing. Hal tersebut wajar terjadi karena kenaikan IHSG selama 2009 sudah melebihi 85% ditambah potensi kenaikan selama 2010. Sikap overconfidence dari para investor diprediksi akan mewarnai transaksi saham di BEI terutama pada saham blue chips. Namun secara umum, indikator price earning ratio (PER) IHSG masih berada pada tahap aman.

PER IHSG masih tergolong murah dibandingkan dengan PER beberapa negara seperti China dan India. Apabila dibandingkan dengan PER rerata historis IHSG, yaitu sekitar 35x sehingga  tingkat IHSG saat ini masih undervalued. Temuan ini juga merupakan peluang investasi yang cukup baik di 2010. Bersikaplah cerdas dan bijak di tahun macan yang penuh keberanian ini namun takutlah saat mayoritas investor menjadi tamak.

Salam SMART Market…

January 17, 2010 Posted by | Economic Trends, Investment Guide, Investment Tips, Market Outlook & Trends | , , | Leave a comment

Mengidentifikasi Tawaran Investasi Fiktif

Investasi berpotensi besar meningkat kesejahteraan dan  kualitas hidup dan kehidupan keluarga kita semua. Namun,  sampai dengan saat ini masih saja ada orang atau kelompok  tertentu yang tertipu dalam jumlah yang sangat besar karena  berinvestasi. Setelah diselidiki ternyata investasi yang  dilakukan hanyalah investasi fiktif yang berkedok perusahaan  profesional dengan berbagai promosi atau iklan yang sangat  menjanjikan. Pada umumnya perusahaan investasi fiktif tersebut menjanjikan keuntungan yang sangat tinggi (bahkan tidak masuk akal) dan dibayarkan melalui term jangka pendek seperti bulana atau kuartalan saja secara periodik. Nah atas dasar pengalaman inilah maka anda sebaiknya selalu waspada dan berhati-hati terhadap tawaran investasi fiktif tsb.

Agar kita tidak menjadi korban investasi fiktif atau bodong tersebut maka sebaiknya kita memiliki beberapa ciri-ciri atau karakter dari investasi jenis tersebut. Pemahaman yang baik terhadap dunia investasi tentunya akan membantu anda lebih cepat sekaligus tepat dalam memahami ciri-ciri produk investasi keuangan. Produk-priduk investasi  fiktif tidak pernah surut bahkan semakin banyak jenisnya dengan kualitas penipuan yang semakin canggih pula.

Beberapa Kasus Investasi Fiktif

Skandal terbaru adalah skandal Bank Century yang menjual reksadana fiktif yang laris manis karena menjanjikan imbal hasil yang tinggi. Para nasabah yakin karena yang menjual reksadana, Antaboga,  tampak sangat bonafid dan profesional. Selanjutnya kasus investasi fiktif tersebut bergulir menjadi skandal ekonomi-politik dengan dana bail out sebesar Rp. 6,3 triliun.  Selain itu, kasus investasi fiktif lainnya seperti PT Wahana Bersama Globalindo (WBG). Sekitar 10.000 nasabah WBG harus gigit jari perusahaan investasi ini kolaps. Akibatnya, ratusan juta dolar dana investasi mereka mereka pun raib tak berbekas. Para petinggi WBG juga sudah kabur. Selain kasus ini, tentu Anda ingat kasus POMAS, Qurnia Subur Alam Raya (QSAR), Sarana Perdana Indoglobal (SPI), dan masih banyak lagi (Kontan, 2009).

Bahkan di AS yang terkenal canggihpun sistem investasinya ikut kebobolan lewat produk investasi yang ditawarkan Bernard Madoff mantan petinggi SEC di Wall Street. Madoff menjaring para korbannya melalui skema ponzi alisa gali lubang tutup lubang yang rumit dan canggih. Terakhir, pada akhir 2009 aksi penipuan Ustadz Lihan dengan metode yang sama dibalut iming-iming keuangan syariah yang mencapai Rp.800 milyar.

Dengan demikian, agar anda tidak tertipu oleh beragam jenis investasi fiktif tersebut maka tentu kita harus mampu mengidentifikasi produk investasi bodong tersebut dengan tepat dan cepat. Yang harus anda cermati adalah:

Pertama, imbal hasil yang sangat tinggi.

Produk investasi fiktif pada umumnya selalu ditawarkan melalui konsep atau skema imbal hasil (return) tinggi yang tidak rasional menurut kaidah keuangan dan investasi. Misalkan menawarkan keuntungan dalam UD$ sebesar 25-30% pertahun atau 4 kali keuntungan wajarnya seperti yang dilakukan PT WBG atau Qsar menjanjikan investasi agribisnisnya memberikan imbal hasil 7-10% per bulan secara tetap atau 120% pertahun. Begitu pula aksi Ustadz Lihan yang menipu ribuan nasabahnya dengan cara yang hampir sama.  Nah, imbal hasil atau potensi keuntungan yang tinggi tersebut adalah umpan yang efektif dalam menjaring korbannya. Berpikirlah lebih rasional agar kita selamat dari jeratan investasi fiktif baik konvensional maupun berkedok syariah.

Kedua, berkedok Perusahaan Berjangka resmi.

Jenis ini menawarkan produk investasi melalui instrumen berjangka (future) luar negeri dengan keuntungan yang luar biasa, maka disarankan anda lebih berhati-hati. Saat ini banyak perusahaan investasi bodong berkedok perusahaan berjangka yang memiliki legalitas aspal belaka. Misalnya, jika ada perusahaan investasi menawarkan instrumen investasi melalui kontrak berjangka luar negeri – baik valas maupun indeks bursa asing – maka perusahaan tsb harus memiliki izin dari Badan Pengawas Perdagangan Bursa Komoditi (Bappebti). Selain itu, perusahaan itu juga harus memiliki izin dan menjadi anggota bursa berjangka yang ada di Indonesia, yakni: Bursa Berjangka Jakarta (BBJ).

Karenanya, jika ada perusahan menawarkan investasi di bursa berjangka, Anda harus meminta bukti izin mereka dari Bappebti maupun BBJ. Kalau perusahaan itu tidak bisa menunjukkan izin-izin tersebut, atau hanya bisa menunjukkan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) belaka – seperti PT. Wahana Bersama Globalindo (WBG) — kemungkinan besar perusahaan itu ilegal. Dalam kasus yang lain, dapat saja perusahaan fiktif mampu menunjukkan semua izin-izinnya. Namun sebaiknya anda melakukan pengecekan langsung ke Bappepti maupun BBJ.

Ketiga, berkedok Agen Penjual Reksadana.

Di samping produk berjangka, produk pasar modal seperti reksadana juga berpotensi untuk disalahgunakan oleh pelaku penipuan dengan berkedok manajer investasi (MI) legal. Produk reksadana mempunyai aturan sendiri. Menurut Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), orang yang menjual produk reksadana harus mengantongi izin Wakil Agen Penjual Reksadana (WAPER) dari Bapepam-LK. Karenanya, jika ada sales reksadana yang menawari Anda produk reksadana, apalagi dengan imbal hasil tinggi maka sebaiknya cek kembali apakah dia memiliki izin itu. Jika tidak, jangan mau membeli reksadana dari dia.

Keempat, berkedok Manajer Investasi (MI).

Sebagai pengelola reksadana, Manajer Investasi harus memiliki izin  resmi dari Bapepam-LK. Aturannya, MI juga tak boleh menerima dan menampung sendiri dana investornya. Dana dari investor tersebut harus disimpan di bank kustodian yang ditunjuk. Karena itu, ketika anda membeli produk reksadana, maka dana ditransfer ke rekening bank kustodian, bukan rekening MI. Maka apabila ada agen penjual reksadana itu meminta Anda untuk mentrasfer dana Anda ke rekening MI, atau bahkan rekening lainnya maka itu jelas-jelas menyalahi aturan.

October 9, 2009 Posted by | Investment Guide, Investment Tips | , , , , , , | 2 Comments